Sunday, May 5, 2013

Sejarah Pendidikan Islam Pada Dinasti Umayyah


PENDAHULUAN

Dalam perjalanan sejarah, kebijaksanaan Muawiyah dalam menunjuk puteranya Yazid sebagai putera mahkota telah menjadi pembeda antara kepemimpinan sebelum dan sesudahnya. Konsep pemerintahan pada masa Rasulullah dan Khulafa al-Rasyidun sangatlah bertolak belakang dengan konsep pemerintahan yang telah diterapkan oleh Muawiyah. Pada masa Rasulullah dan Khulafa al-Rasyidun konsep pemerintahan dijalankan secara adil dan benar menurut pandangan kaum muslimin.
Persoalan kalam (ketuhanan) merupakan sebuah persoalan yang tidak dapat dipisahkan pada masa pemerintahan Dinasti Umaiyah, kalaupun sebelumnya persoalan ini merupakan pengaruh faktor politik. Salah satu cirri pendidikan Islam pada masa Dinasti Umaiyah adalah pendidikannya berjalan secara alamiah, yaitu pendidikannya berada atau berpusat pada ulama tanpa adanya campur tangan dari pemerintah. Dan ilmu yang berkembang pada masa ini lebih banyak didominasi oleh ilmu-ilmu agama.
Dalam makalah ini penulis akan mencoba mengulas sedikit mengenai sejarah singkat mengenai Dinasti Umaiyah, profil khalifah yang berkuasa, serta perkembangan intelektual dan pendidikan Islam pada masa dinasti ini.

A.     Sejarah singkat mengenai Dinasti Umayyah

Nama “Daulah Umawiyah” berasal dari nama “Umaiyah ibnu ‘Abdi Syams ibnu ‘Abdi Manaf, yaitu salah seorang dari pemimpin-pemimpin kabilah Quraisy di zaman jahiliyah. Umaiyah senantiasa bersaing dengan pamannya, Hasyim ibnu Abdi Manaf, untuk merebut pimpinan dan kehormatan dalam masyarakat bangsanya. Dan ia memang memiliki cukup unsure-unsur yang diperlukan untuk berkuasa di zaman jahiliyah itu, karena ia berasal dari keluarga bangsawan, serta mempunyai cukup kekayaan dan sepuluh orang putera-putera yang terhormat dalam masyarakat. Orang-orang yang memiliki ketiga macam unsur-unsur ini di zaman jahiliyah berarti telah mempunyai jaminan untuk memperoleh kehormatan dan kekuasaan.[1]
Bani Umayyah adalah salah satu dari keluarga suku Quraisy, keturunan Umayyah bin Abdul Syams bin Abdul Manaf. Pada umumnya sejarawan memandang negatif terhadap Muawiyah sabagai pendiri dinasti ini, disamping cara perolehan legalitas kekuasaannya identik dengan tipu muslihat, kelicikan juga diperkuat dengan adanya kebijakan yang mengejutkan, yang tidak pernah dilakukan sebelumnya yaitu pemebrlakuan system monarchihereditas (kerajaan turun temurun). Namun demikian, kontribusi dinasti Umayyahpun tidak bisa diabaikan, salah satunya adalah tentang ekspansi atau perluasan wilayah. Masa khilafah umayyah diidentikkan dengan masa perluasan wilayah.
Masa dinasti Umayyah merupakan tonggak penting perpolitikan dunia Islam. Hal ini dikarenakan Muawiyah telah melakukan suatu kebijaksanaan yang mengejutkan semua pihak, dimana ia telah berani menunjuk puteranya Yazid sebagai putera mahkota. Peristiwa ini tentu saja sangat bertolak belakang dengan kondisi yang ada sebelumnya baik di masa Rasulullah maupun Khulafa’ al-Rasyidin. Dalam perjalanan sejarah, kebijaksanaan Muawiyah ini telah menjadi pembeda antara kepemimpinan sebelum dan sesudahnya.[2]
Kedua konsep pemerintahan, baik pada masa Rasulullah maupun pada masa Khulafa’ al-Rasyidun sangatlah bertolak belakang dengan konsep pemerintahan yang diterapkan pada masa sesudahnya, diawali dengan pemerintahan Dinasti Umayyah. Proses pengangkatan khalifah pada masa Umayyah bersifat monaechiabsolute atau monarchihereditas. Yaitu pengangkatan khalifah berdasarkan keturunan, sesama suku, sesama Bani Umayyah.

B.     Profil Khalifah

Dinasti Umayyah yang berkuasa hampir satu abad, selama 90 tahun mempunyai 14 khalifah. Adapun urutan khalifahnya adalah sebagai berikut:

No
Nama
Mulai
Berakhir
Lamanya berkuasa
Umur
1
Muawiyah bin Abi Sufyan
41 H/661 M
60 H/671 M
19 tahun 3 bulan
80 tahun
2
Yazid bin Mu’awiyah
60 H/681 M
64 H/684 M
3 tahun 3 bulan
38 tahun
3
Muawiyah II bin Yazied
64 H/684 M
64 H/684 M
3 bulan
23 tahun
4
Marwan bin al-Hakam
64 H/684 M
65 H/684 M
9 bulan
63 tahun
5
Abdul Malik bin Marwan
65 H/684 M
86 H/705 M
21 tahun
76 tahun
6
Walid bin Abdul Malik
86 H/707 M
96 H/714 M
9 tahun 7 bulan
42 tahun
7
Sulaiman bin Abdul Malik
96 H/741 M
99 H/717 M
2 tahun 8 bulan
45 tahun
8
Umar bin Abdul Aziz
99 H/717 M
101 H/720 M
2 tahun 5 bulan
39 tahun
9
Yazid II bin Abdul Malik
101 H/721 M
105 H/724 M
4 tahun 1 bulan
40 tahun
10
Hisyam bin Abdul Malik
105 H/724 M
125 H/743 M
19 tahun 9 bulan
55 tahun
11
Walid II bin Yazid
125 H/743 M
126 H/744 M
1 tahun 2 bulan
40 tahun
12
Yazid III bin Walid
126 H/744 M
126 H/744 M
6 bulan
46 tahun
13
Ibrahim bin Walid
126 H/744 M
127 H/744 M
4 bulan
47 tahun
14
Marwan II al-Ja’diy
127 H/744 M
132 H/750 M
5 tahun 10 bulan
62 tahun

Profil khalifah Dinasti Umayyah yang paling berjasa adalah sebagai berikut:

No
Nama Khalifah
Peran atau Jasa
1
Muawiyah
1 Pendiri Dinasti dan terkenal sebagai innovator
2 Menaklukkan Tunisia, Khurasan, sungai Oxus, Afghanistan, Kabul
3 Memperkuat angkatan bersenjata
4 Mencetak mata uang
5 Membentuk dewan ak-Hakim
2
Abdul Malik
1 Pendiri kedua Bani Umayyah karena mampu menyatukan kembali wilayah Bani Umayyah setelah terjadinya banyak pemberontakan dan pembangkangan
2 Menguasai Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana, Samarkhand, dan India dengan menguasai Balukhistan, Sind, Punjab dan Maltan
3 Mencetak mata uang sendiri sebagai mata uang Persia dan Byzantium tahun 659 M
4 Menertibkan administrasi dan menjadikan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi Pemerintahan Islam
5 Menyempurnakan tulisan Mushaf al-Qur’an dengan membubuhkan tanda titik pada huruf tertentu
6 Memperbaiki system irigasi dengan mengalirkan air sungai Tigris dan Eufrat sehingga kesuburan tanah terjamin
7 Membuat alat pengukur sungai Nil
8 Membangun jembatan
9 Memperluas masjid Jami Amr bin Ash
10 Penggunaan angka Arab yang menjadi solusi perkiraan dagang, karena angka Romawi saat itu dirasa sulit kemudian dikenal dengan Arabic Number
11 Terkenal sebagai seorang panglima perang yang mahir dan sarjana yang mampu menyelesaikan persoalan
3
Al-Walid
1 Menciptakan suasana tentram
2 Melanjutkan ekspansi sampai wilayah Afrika Utara, Spanyol dan Sind (India)
3 Memperhatikan kesejahteraan rakyat seperti membvangun panti untuk orang cacat, mengumpulkan anak yatim, memberikan jaminan hidup, menyediakan guru, mendirikan bangunan khusus untuk orang kusta
4. Membangun infrastruktur negara, seperti jalan
5 Membangun masjid Agung Damaskus dan al-Aqsha yang masih ada hingga sekarang
4
Umar bin Abdul Aziz
1 Menstabilkan perpolitikan dalam negeri berupa keberhasilan menghentikan aksi pemberontakan yang dilakukan kaum Syiah dan Khawarij dan menghentikan celaan terhadap Ali
2 Menyamakan kedudukan muslim tanpa memandang status
3 Mengambil kebijakan fiscal berupa keringanan pajak sehingga banyak non muslim yang memeluk Islam
4 Melakukan perbaikan dan pembangunan sarana pelayanan umum seperti perbaikan lahan pertanian, penggalian sumur baru, pembangunan jalan, penyediaan tempat penginapan, dan memperbanyak masjid
5 Menghapus berbagai formalitas protokoler bagi yang menghadap\khalifah dan menyatakan dirinya sama kedudukannya dengan rakyat biasa
5
Hisham
1 Terkenal sebagai khalifah yang cermat dan teliti
2 Terkenal dengan negarawan yang cakap dan ahli strategi militer yang handal
3 Memperbaiki administrasi keuangan negara sehingga pemasukan dan pengeluaran berjalan dengan teratur tanpa terjadi penggelapan atas uang baitul mal.


C.     Dinamika Intelektual dan Perkembangan Pendidikan Islam

Secara esensial, pendidikan Islam pada masa Dinasti Umayyah hampir sama dengan pendidikan pada masa Khulafa al-Rasyidin, namun ada juga terdapat perbedaan. Pada masa Dinasti Umayyah, perhatian para raja di bidang pendidikan kurang memperlihatkan perkembangannya yang maksimal. Pendidikan berjalan tidak diatur oleh pemerintah, melainkan oleh para ulama yang memiliki pengetahuan yang mendalam. Jadi sistem pendidikan pada masa ini masih berjalan secara alamiah.[3]
Salah satu karakteristik pendidikan Islam pada waktu itu adalah dibukanya wacana kalam (disiplin teologi) yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Wacana kalam tidak dapat dihindari dari perbincangan kesehariannya, meskipun wacana ini dilatarbelakangi oleh faktor-faktor politis. Perbincangan ini kemudian telah melahirkan sejumlah kelompok yang memiliki paradigm berpikir secara mandiri.
Karena kondisi ketika itu diwarnai oleh kepentingan-kepentingan politis dan golongan, di dunia pendidikan, terutama di sastra, sangat rentan dengan identitasnya masing-masing. Pada zaman ini juga dapat disaksikan adanya gerakan penerjemahan ilmu-ilmu dari bahasa lain ke dalam bahasa Arab, tetapi penerjemahan itu terbatas pada ilmu-ilmu yang mempunyai kepentingan praktis, seperti ilmu kimia, kedokteran, falak, tatalaksana, dan seni bangunan. Pada umumnya, gerakan penerjemahan ini terbatas kepada orang-orang tertentu dan atas usaha sendiri, bukan atas dorongan negara dan tidak dilembagakan. Menurut Franz Rosenthal, orang yang pertama kali melakukan penerjemahan ini adalah Khalid ibn Yazid, cucu dari Muawiyah.
Pada masa ini juga masih mengembangkan ilmu-ilmu yang diletakkan pada masa sebelumnya, seperti ilmu tafsir. Disampng karena luasnya kawasan Islam ke bebrapa daerah luar Arab yang membawa konsekuensi lemahnya rasa seni sastra Arab, juga karena banyak orang yang masuk Islam. Hal ini mengakibatkan pencemaran bahasa al-Qur’an yang digunakan untuk kepentingan golongan tertentu. Pencemaran al-Qur’an juga disebabkan oleh faktor-faktor interpretasi yang didasarkan pada kisah-kisah Israiliyat dan Nasraniyat.
Bersamaan dengan itu, kemajuan yang diraih pada saat itu adalah dikembangkannya ilmu nahwu yang digunakan untuk memberikan tanda baca, pencatatan kaidah-kaidah bahasa, dan periwayatan bahasa. Disiplin ilmu ini menjadi cirri kemajuan tersendiri pada masa ini.
Selain disiplin ilmu tafsir, ilmu hadis juga mendapat perhatian secara serius. Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang hanya memrintah selama dua tahun, yakni tahun 99-101 H/717-720 M, pernah mengirim surat pada Abu Bakar ibn Muhammad ibn Amir ibn Ham dan kepada ulama-ulama yang lain untuk menuliskan dan mengumpulkan hadis-hadis. Namun, hingga akhir pemerintahannya, hal itu tidak terlaksana. Akan tetapi, khalifah Umar ibn Abdul Aziz telah melahirkan metode pendidikan alternative, yakni para ulama mencari hadis ke berbagai tempat dan orang yang dianggap mengetahuinya yang kemudian dikenal dengan metode rihlah.
Di bidang hukum fiqh, secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu aliran ahl al-ra’y dan aliran ahl al-hadis. Kelompok ahl al-ra’y mengembangkan hukum Islam dengan menggunakan analogi bila terdapat masalah yang belum ditentukan hukumnya. Aliran ini berkembang di Irak yang dimotori oleh Syuriah ibn al-Harits (w. 78 H/697 M), dan terakhir dikembangkan oleh Hammad ibn Abu Sulaiman (w. 120 H/737 M) yang kemudian menjadi guru Abu Hanifah.
Aliran kedua, ahl al-Hadis, lebih berpegang pada dalil-dalil secara literal, bahkan aliran ini tidak akan memberikan fatwa jika tidak ada ayat al-Qur’an atau Hadis yang menerangkannya. Diantara pelopor aliran ini adalah Ibn Syihab al-Zuhri (w. 124 H/741 M) dan Nafi’ Maula Abdullah ibn Umar (w. 117 H/735 M) yang keduanya merupakan guru dari Imam Malik ibn Anas.
Pada masa ini dinamika disiplin fiqh menunjukkan perkembangan yang sangat berarti. Periode ini telah menghadirkan sejumlah mujtahid-mujtahid fiqh. Ketika akhir masa Umayyah, telah lahir tokoh mdzhab fiqh yakni Imam Abu Hanifah di Irak (lahir 80 H/699 M), Imam Maliuk ibn Anas di Madinah (lahir 96 H/714 M), sedangkan Imam Syafi’I dan Imam Ahmad ibn Hanbal lahir pada masa Abbasiyah.
Di antara jasa dinasti Umayyah dalam bidang pendidikan, menurut Hasan Langgulung adalah menekankan cirri ilmiah pada masjid sehingga menjadi pusat perkembangan ilmu perguruan tinggi dalam masyarakat Islam. Dengan penekanan ini, di masjid diajarkan beberapa macam ilmu, diantaranya Syair, sastra, kisah-kisah bangsa dulu, dan teologi dengan menggunakan debat. Dengan demikian, periode antara permulaan abad kedua Hijriah sampai akhir abad ketiga Hijriah merupakan zaman pendidikan masjid yang paling cemerlang.
            Secara rinci perkembangan intelektual pada masa dinasti Umayyah dapat digambarkan sebagai berikut:[4]
No
Bidang
Bukti
1
Kedokteran
1 Khalifah al-Walid telah memberikan sumbangan berupa pemisahan antara ahli tentang penyebab penyakit dengan ahli tentang pengobatan.
2 Khalifah Umar telah memindahkan sekolah kedokteran dari Iskandariah ke Antiokhia dan Harra.
2
Kimia
Khalifah Khalid bin Yazid memerintahkan pnerjemahan buku-buku kedokteran, kimia dan astrologi dari bahasa Yunani dan Kopti ke dalam bahasa Arab.
3
Sejarah/Historiografi
1 Ubaid bin Syarya penulis sejarah dalam bentuk sirah dan maghazi dan telah menginformasikannya ke Muawiyah tentang pemerintahan bangsa Arab terdahulu dan asal usul ras mereka.
2 Muncul tokoh-tokoh sejarah seperti Wahab ibnu Munabbih (w. 728 M), Kaab al-Akhbar (w. 625/654 M).
4
Arsitek
1 Adanya usaha untuk meningkatkan artistik masjid dengan memasukkan seni arsitektur Yunani, Syria dan Persia.
2 Adanya relief di dinding istana dan pemandian Khalifah al-Walid ibn Abd Malik
5
Musik dan Syair
1 Munculnya Said bin Miagah (w. 714 M) orang yang pertama kali memasukkan nyanyian Persia dan Byzantium ke dalam bahasa Arab
2 Munculnya Imran bin Hattan salah seorang penyair masa Umaiyah
6
Aliran Keagamaan
1 Munculnya aliran Syiah, Khawarij, Murjiah dan Muktazilah
2 Munculnya madrasah al-Ra’yi yaitu kelompok yang menggunakan pemikiran dalam penetapan hokum, dan madrasah al-Hadits, kelompok yang enggan menggunakan al-Ra’yi dalam menetapkan perbuatan hokum.

KESIMPULAN

Bani Umayyah adalah salah satu dari keluarga suku Quraisy, keturunan Umayyah bin Abdul Syams bin Abdul Syams bin Abdul Manaf. Nama “Daulah Umawiyah” berasal dari nama “Umaiyah ibnu ‘Abdi Syams ibnu ‘Abdi Manaf, yaitu salah seorang dari pemimpin-pemimpin kabilah Quraisy di zaman jahiliyah. Umaiyah senantiasa bersaing dengan pamannya, Hasyim ibnu Abdi Manaf, untuk merebut pimpinan dan kehormatan dalam masyarakat bangsanya. Dan ia memang memiliki cukup unsure-unsur yang diperlukan untuk berkuasa di zaman jahiliyah itu, karena ia berasal dari keluarga bangsawan, serta mempunyai cukup kekayaan dan sepuluh orang putera-putera yang terhormat dalam masyarakat. Orang-orang yang memiliki ketiga macam unsur-unsur ini di zaman jahiliyah berarti telah mempunyai jaminan untuk memperoleh kehormatan dan kekuasaan.
Dinasti Umayyah yang berkuasa hampir satu abad, selama 90 tahun mempunyai 14 khalifah, yaitu: Muawiyah bin Abi Sufyan (41-61 H/661-671 M), Yazid bin Muawiyah (60-64 H/681-684 M), Muawiyah II bin Yazid (64 H/684 M), Marwan bin al-Hakam (64-65 H/684 M), Abdul Malik bin Marwan (65-86 H/684-705 M), Walid bin Abdul Malik (86-96 H/707-714 M), Sulaiman bin Abdul Malik (96-99 H/741-717 M), Umar bin Abdul Aziz (99-101 H/717-720 M), Yazid II bin Abdul Malik (101-105 H/721-724 M), Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H/724-743 M), Walid II bin Yazid (125-126 H/743-744 M), Yazid III bin Walid (126H/744 M), Ibrahim bin Walid (126-127 M/744 M), dan Marwan II al-Ja’diy (127-132 H/744-750 M).
Secara esensial, pendidikan Islam pada masa Dinasti Umayyah hampir sama dengan pendidikan pada masa Khulafa al-Rasyidin, namun ada juga terdapat perbedaan. Pada masa Dinasti Umayyah, perhatian para raja di bidang pendidikan kurang memperlihatkan perkembangannya yang maksimal. Pendidikan berjalan tidak diatur oleh pemerintah, melainkan oleh para ulama yang memiliki pengetahuan yang mendalam. Jadi sistem pendidikan pada masa ini masih berjalan secara alamiah.

DAFTAR PUSTAKA

Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam. 1992. Jakarta: Pustaka al-Husna.
Abu Bakar, Istianarah. Sejarah Peradaban Islam untuk Perguruan Tinggi Islam dan Umum. 2008. Malang: UIN-Malang Press.
Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Islam. 2004. Jakarta: Raja Grafindo Persada.





[1] A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1992) hlm 24.
[2] Istianah Abu Bakar, Sejarah Peradaban Islam untuk Perguruan Tinggi Islam dan Umum (Malang: UIN-Malang Press, 2008) hlm 44.
[3] Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004) hlm 14.
[4] Istianah Abu Bakar, Sejarah Peradaban Islam untuk Perguruan Tinggi Islam dan Umum. Hlm 59