Latar Belakang
Isu
tentang pentingnya pendidikan budi pekerti di Indonesia muncul sejak tahun
1990-an hingga saat ini. Masyarakat Indonesia merasakan perlunya pendidikan
budi pekerti mendapatkan porsi yang lebih besar dalam system persekolahan.Hal
ini terjadi diantaranya disebabkan oleh fenomena krisis moral yang semakin
mencuat ke permukaan, merambah ke segenap lapisan masyarakat dari tingkat
pejabat hingga pelajar.
Fenomena-fenomena
kenakalan pelajar yang tidak dikenal pada tahun-tahun sebelumnya justru semakin
berlanjut dan merajalela di akhir abad ke-20.Data kepolisian menunjukkan terus
meningkatnya angka perkelahian antarpelajar di Jakarta.Pada tahun 1991 terdapat
260 kasus tawuran pelajar yang menewaskan 6 orang.Pada tahun 1992 terjadi
peristiwa tawuran sebanyak 167 kasus yang menewaskan 13 orang.Sedangkan pada
tahun 1993 terdapat 80 kasus yang menewaskan 10 orang pelajar.Selain data
tentang semakin meningkatnya angka tawuran, data-data tentang penyalahgunaan obat
terlarangpun semakin marak di tingkat pelajar.
a. Pengertian
Budi Pekerti
Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memuat dua suku kata yaitu budi dan pekerti.Budi
adalah perangkat bathin yang merupakan perpaduan antara akal dan perasaan,
untuk menimbang baik dan buruk. Sedangkan pekerti sama artinya dengan tingkah
laku, perangai, akhlak, atau watak. Lebih lanjut Ibrahim (1960) menjelaskan
bahwa: “Budi bukan pikiran, budi bukan pengetahuan, budi bukan semata-mata
gerak-gerik lahir, tetapi budi adalah satu bentuk atau bangunan dalam jiwa yang
menggerakkan perbuatan dan tingkah laku yang terpuji dan mulia serta menangkis
segala yang tercela dan hina.”
Istilah
Budi dan Pekerti yang telah disatukan menjadi Budi Pekerti melingkupi sifat
perseorangan, dan sifat masyarakat juga.Melingkupi segi psychologis, dan segi
sosial, melingkupi pikiran dan perbuatan manusia.[1]
Sedangkan
Sedyawati dkk (1997) mengemukakan pengertian budi pekerti yang paling hakiki
sebagai perilaku. Adapun sikap dan perilaku budi pekerti ini mengandung lima
jangkauan sebagai berikut:
1) Sikap
dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan
2) Sikap
dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri
3) Sikap
dan perilaku dalam hubungannya dengan keluarga
4) Sikap
dan perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat dan bangsa
5) Sikap
dan perilaku dalam hubungannya dengan alam sekitar
b. Pengertian
Musik
Musik
merupakan bagian penting dalam aktivitas budaya suatu masyarakat.Musik
digunakan untuk mengekspresikan perasaan ataupun pemikiran.Musik juga digunakan
dalam acara resmi ataupun sekadar untuk relaksasi.
Aristoteles
menyatakan bahwa musik adalah tiruan seluk beluk hati dengan menggunakan melodi
dan irama.Musik juga memiliki kekuatan atau efek bagi moral dan jiwa.Karena
itu, anak muda harus dididik dengan musik.[2]
Sedangkan
dalam World Book Encyclopedia (1994) disebutkan bahwa musik adalah suara atau
bunyi-bunyian yang diatur menjadi sesuatu yang menarik dan menyenangkan. Dengan
kata lain music dikenal sebagai sesuatu yang terdiri atas nada dan ritme yang
mengalun secara teratur.
Khan
(2002) mengemukakan bahwa musik adalah harmoni nada-nada yang bisa didengar.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa musik adalah suara atau bunyi-bunyian yang mengalun
secara teratur menjadi nada-nada, irama dan melodi serta harmoni yang menarik
dan menyenangkan bagi pendengarnya.
Selanjutnya
pendidikan budi pekerti diartikan sebagai program pengajaran di sekolah yang
bertujuan mengembangkan watak atau tabiat siswa dengan cara menghayati
nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan moral dalam hidupnya
melalui kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan kerja sama yang menekankan
ranah afektif (perasaan dan sikap) tanpa meninggalkan ranah kognitif (berpikir
rasional) dan ranah skill (keterampilan).[3]
Musik
adalah Kesatuan bunyi yang beraturan dan memiliki kekuatan untuk mempengaruhi
seseorang yang merasakan ataupun mendengarnya.
Musik
merupakan sesuatu yang menyenangkan, membuat perasaan tajam, dan jelas
(Kuhmarker, 1969).Musik untuk anak dapat dibuat secara saling terkait dengan
kegiatan menari atau kegiatan lainnya, dapat juga dilakukan secara mandiri atau
merupakan kegiatan individu yang dilakukan secara spontan atau memang
direncanakan.Yang terpenting adalah musik merupakan pengalaman yang sangat
menyenangkan (Comte, 1982).[4]
Musik
pada awalnya bersifat Ketuhanan, imitasi alam, dan ekspresi kondisi social
masyarakat.
a. Musik
Bersifat Ilahi
Manusia
menerima ide musikal secara murni dan tiba-tiba, ibarat wangsit yang datang
kapanpun, dalam kondisi apapun.Berdasar fakta sejarah, kita menemukan konsep
Tuhan sebagai penentu dalam perkembangan musik.Pada peradaban kuno, musik
merupakan bagian kehidupan orang suci, para nabi, raja-raja dan orang-orang
yang dianggap keturunan dewa.Mereka adalah orang-orang yang mulia dan
berpengaruh karena dapat berhubungan langsung dengan Tuhan.
Pada
masa pramodern, para seniman mendapat kehormatan tinggi dalam istana.Para imam
agama adalah pemegang urusan musik dan penentu tujuh nada suci.Pada
perkembangan selanjutnya tujuh nada ini dinyanyikan oleh pria dan wanita di
dalam kuil-kuil.
Jika
kita hubungkan dengan dampaknya terhadap perilaku, dapat dipastikan bahwa
kualitas musik pada awal keberadaannya jauh lebih terjaga dan bermoral.Ini
terjadi karena para penanggungjawab dan pencipta nada merupakan orang-orang
suci. Nabi Daud misalnya, disamping posisinya sebagai seorang raja, ia juga
sangat pandai dalam bernyanyi dan memainkan alat musik. Selain itu, musik atau
lagu-lagu yang diciptakan oleh orang-orang suci biasanya lebih mengakar pada
akar budaya daerahnya masing-masing. Jika kita teliti lebih jauh, kita akan
menemukan bahwa dalam setiap kebudayaan akan ditemukan karya-karya mereka.
Dengan
memahami awal keberadaan musik yang bersumber dari Tuhan, kita akan mengerti
bahwa pada awalnya musik diciptakan
untuk mengajak manusia mengingat dan mengagungkanb Tuhan, serta berbuat
kebaikan. Musik-musik kuno masih kental dengan irama yang mengagungkan Tuhan,
memuji segala keindahan alam dan segala ciptaan yang merupakan manifestasi
keberadaan-Nya, menyeru manusia untuk selalu berbuat kebaikan dan kebenaran.
b. Citra
Musik di Semesta
Pangkal
keberadaan musik adalah proses imitasi alam semesta. Bahkan orang-orang di
zaman Yunani Kuno meyakini bahwa alam semesta memiliki khazanah musik yang
tiada taranya.Kehadiran musik di alam semesta, ibarat kehadiran nafas bagi
manusia.Alam semesta beserta hukum-hukumnya menyiratkan keharmonisan yang padu.
Manusia
seharusnya belajar pada alam yang sangat peka terhadap hukum harmoni dan
disharmoni. Ketika alam sudah tidak harmoni lagi, maka ia akan menciptakan
keharmonian baru, yang bisa tampak sebagai sebuah bencana alam, semisal banjir,
longsor, ataupun gempa bumi. Alam senantiasa hidup dalam hukum harmoni,
sebagaimana layaknya musik.Manusia juga dapat menjadikan alam sebagai ukuran
keharmonian perilakunya.
c. Citra
Musik dalam Diri
Keberadaan
musik jauh lebih tua dari usia lahirnya bahasa. Musik adalah bahasa pertama
manusia.Dengan demikian, musik dan manusia tak dapat dipisahkan.Musik telah
menjadi alat komunikasi bagi manusia, jauh sebelum lahirnya bahasa.
Manusia
menciptakan musik karena didorong oleh keinginan dirinya sendirin untuk
mengekspresikan pikiran, perasaan, ide, gagasan, khayalan, imajinasi,
kepercayaan, kepribadian ataupun sekadar kepuasan jiwa.Namu, perlu diingat
bahwa faktor ekspresi diri ini tidak bisa lepas dari pengaruh latar belakang
orang tersebut, seperti ras, suku, agama, budaya serta suasana ataupun
pengalamannya.Selain faktor internal yaitu ekspresi diri, musik juga dipengaruhi
oleh faktor eksternal yang diinternalisasikan seperti pengalaman masa kecil,
kebiasaan keluarga, kondisi alam, sosial budaya, ekonomi dan politik.
Maka
dari itu sangat penting bagi kita untuk melakukan proses internalisasi musik
yang berkualitas kepada seorang anak, bahkan saat masih dalam kandungan. Anak
yang sering diperdengarkan lagu yang berkualitas, tidak akan mengalami
kesulitan untuk menghayati dan melakukan apresiasi terhadap musik yang
berkualitas lebih tinggi di usia dewasanya. Berbeda dengan anak yang sudah
terlanjur terbiasa mendengarkan musik keras, ataupun jenis musik yang dapat
memperlemah jiwanya, ia akan mengalami kesulitan mencerna musik yang lebih
kompleks dan berkualitas lebih tinggi. Sehingga sulit bagi si anak melakukan
proses internalisasi dan menghayati rasa serta menyerap karakter yang lebih
tinggi kualitasnya.
d. Citra
Musik dalam Masyarakat
Musik
dapat tercipta karena didorong oleh kondisi sosial, politik dan ekonomi
masyarakat.Musik adalah cermin sebuah masyarakat.Musik juga diilhami oleh
perilaku umum masyarakat, dan sebaliknya perilaku umum masyarakat dapat
tyerilhami oleh musik tertentu.
Perilaku
umum masyarakat dapat berupa permasalahan sosial, peristiwa monumental,
kebutuhan dan tuntutan bersama, peristiwa bersejarah, adat istiadat, kritikan
ataupun harapan yang diidamkan. Dengan kata lain, jika kita ingin melihat
kualitas sebuah masyarakat, maka lihatlah kualitas musik yang beredar di tengah
masyarakat tersebut.
Aspek-aspek Kandungan Musik
Menurut
Mahmud (1995) unsur pokok musik adalah irama, melodi dan harmoni.Musik itu
sendiri adalah paduan seimbang dari unsur pokok tersebut.Lebih lanjut Mahmud
menyatakan irama adalah denyut jantung suatu musik yang memberi rasa hidup,
melodi adalah jiwa musik yang menyimpan daya kekuatan serta dapat menggerakkan
pikiran dan perasaan, sedangkan harmoni adalah bingkai komposisi yang menopang
melodi serta memberi sifat dan warna tertentu pada musik.
a. Irama
Menurut
Plato irama adalah suatu ketertiban terhadap gerakan melodi dan harmoni atau suatu
ketertiban terhadap tinggi rendahnya nada-nada.Sedangkan menurut Aristoxanos
irama adalah pola susunan waktu.Dalam buku Ensiklopedi Musik irama dinyatakan
sebagai ritme yang mencakup wiwaksa etnis atau wilayah suku dan bangsa, yang
didalamnya terkandung melodi dan harmoni.Irama selalu ada, diperdengarkan dan
diungkapkan dalam kehidupan keseharian.
Menurut
Mahmud dalam berbahasa atau berbicara, orang selalu memakai irama, aksen dan
dinamik.Tanpa irama, aksen dan dinamik, sukar bagi kita untuk menangkap dengan
benar isi atau makna yang diucapkan.Musik dan bahasa sama-sama bergerak dalam
arus irama.Steiner menyatakan irama berguna untuk memudahkan pekerjaan jasmani,
menyokong gerak pikiran, mencerdaskan budi pekerti dan menghidupkan (dinamis)
kekuatan di dalam jiwa manusia.
b. Melodi
MELODY
- urutan utama catatan dalam sebuah lagu. Biasanya melodi adalah orang-orang
bagian bernyanyi bersama. Dalam lagu dengan vokal, kata-kata akan ditugaskan
untuk catatan dan vokalis (s) adalah / melakukan melodi. Selama lagu instrumental,
dan selama non-vokal bagian dari lagu vokal, melodi akan dimainkan oleh satu
atau lebih instrumen musik. Kadang-kadang dalam lagu melodi yang menonjol dan
sangat "singable" (contoh: negara atau batu lagu), sedangkan di
lagu-lagu lainnya melodi tidak sebanyak urutan catatan dari sebuah seri
meneriakkan kata-kata ekspresif (contoh: hiphop atau rap lagu).
Dalam
Ensiklopedi Musik, melodi ialah naik turunnya nilai nada. Suatu musik disebut
utuh, jika melodi berpadu dengan irama, tempo dan bentuk-bentuk lain dari
musik. Didalam melodi terkandung:
1) Jangkauan
atau pola yang pasti akan tinggi rendah nada
2) Selingan
tinggi nada yang disimak melalui sedikit atau banyaknya interval
3) Pengaturan
nada
c. Harmoni
HARMONY
- seri sekunder dari urutan tertentu catatan atau akord yang terjadi bersamaan
dengan melodi. Sebuah harmoni lagu selalu memiliki serangkaian catatan yang
berbeda dari melodi, meskipun kadang-kadang ketika harmoni dimainkan bersamaan
dengan harmoni catatan di kedua mungkin sebentar sama. Ketika penyanyi dua atau
intstruments sedang bermain catatan yang sama bukan catatan harmonisasi, mereka
tidak lagi harmonisasi melainkan dikatakan bermain "bersama-sama"
atau bersama-sama. Harmony dapat diberikan dalam lagu baik oleh suara atau
instrumen, tapi bagaimanapun, harmoni ditambahkan ke sebuah lagu untuk pujian
atau meningkatkan melodi.
Dalam
buku Ensiklopedi musik yang dimaksud harmoni adalah cita rasa umum dan asasi
dari bebunyian musik.Di era ini, harmoni terkait dengan konsep akord sebagai
struktur musik. Musik dikatakan harmoni jika ia berhasil memadukan dua jenis
bunyi-bunyian atau lebih menjadi bunyi yang indah dan enak didengar. Bahkan
Aristoxanos menyatakan bahwa adanya kesamaan antara harmoni jiwa dengan harmoni
musik.
Pengaruh Musik terhadap Pendidikan Budi Pekerti
Martin
Sardi mengungkapkan bahwa musik termasuk bidang pendidikan humaniora.Seni musik
dan lukis membuat orang memiliki cita rasa harmoni yang tinggi. Bidang seni
umumnya menuntut keterlibatan menyeluruh, sangat mengindahkan detil-detil dan
karena itu membuat orang menjadi lebih peka dan menyukai keteraturan dan
kehalusan. Martin juga menjelaskan bahwa musik klasik sangat mengandung
perpaduan rasio dan harmoni yang luhur, sangat membudayakan dan membimbing
manusia untuk memiliki kedalaman sikap, tidak puas dengan apa yang tampak
dengkal dan banal.
Ada
beberapa manfaat dan pengaruh musik dalam membina mentalitas budi pekerti luhur
manusia, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Musik
sebagai Landasan Moral dan Etika
Dengan
sifat musik yang selalu harmonis, akan menjadi pelatih yang baik bagi manusia
untuk menyelaraskan perilakunya. Keselarasan atau keharmonisan dalam
berperilaku merupakan landasan bagi terciptanya moralitas dan etika yang benar
dalam masyarakat.
2. Musik
dan Kehalusan Budi
Musik
menanamkan dalam jiwa manusia perasaan halus dan kehalusan budi yang halus.
3. Musik
dan Sifat Keadilan
Musik
akan membantu jiwa mengenal harmoni dan irama. Kedua-duanya adalah landasan
yang baik untuk menghidupkan rasa
keadilan.
4. Musik
dan Pembentukan Watak Manusia
Musik
mendorong gerak piker dan rasa, membangkitkan kekuatan dalam jiwa dan membentuk
watak.
Bandura
menyatakan bahwa perilaku manusia diatur oleh interaksi yang kompleks antara
kejadian-kejadian internal (termasuk keyakinan, pengharapan serta persepsi
sendiri) serta kekuatan lingkungan.Selanjutnya Bandura meyakini bahwa
pemfungsian psikologi dan pengembangan intelegensi sangat dipahami dalam bentuk
interplay resiprokal berkesinambungan
diantara pengaruh-pengaruh lingkungan, kognitif dan perilaku.Itu berarti
perilaku dipengaruhi oleh faktor lingkungan tetapi secara aktif berperan dalam
menciptakan milieu sosial serta situasi-situasi lainnya yang muncul dalam
transaksi harian mereka.[5]
5. Musik
dan Perasaan Cinta, Kasih Sayang dan Semangat Keagamaan
Campbell
menyatakan bahwa musik dapat mengangkat suasana jiwa seseorang. Karena melalui
musik, kandungan kasih sayang serta doa di dalam diri seseorang dapat
dibangkitkan. Musik merupakan media bagi seseorang untuk dapat merasakan kasih
saying, keagungan Ilahi dan semesta alam, serta melakukan transformasi diri
menjadi lebih spiritual.
6. Musik
dan Produktivitas
Berdasarkan
penelitian Rachmawati (1998) didapatkan hasil bahwa musik dapat berpengaruh
dalam mereduksi stres anak tingkat sekolah dasar, menciptakan ketenangan serta
meningkatkan produktivitas.
7. Musik
dan Rasa Kemanusiaan
Musik
dapat memberikan dampak nyata pada manusia, seperti menimbulkan rasa kesatuan
dan persatuan, rasa kebangsaan, rasa kagum, rasa gembira dan sebagainya.Musik
dapat memberikan kepuasan jasmani dan rohani.
8. Musik
dan Perkembangan Intelektual
Intelegensi
musikal merupakan salah satu intelegensi yang berkembang yang banyak
dipengaruhi oleh faktor bakat.Namun demikian, setiap anak bisa dikembangkan
kemampuan musikalnya apabila dikondisikan sejak awal.Beberapa peneliti
membuktikan bahwa rangsangan musik klasik yang diberikan pada janin sejak dalam
kandungan mampu merangsang perkembangan intelegensi anak secara optimal.[6]
Peranan Musik dalam Pembentukan Budi Pekerti
Masyarakat
Indonesia sangat membutuhkan berbagai rumusan konsep pendidikan yang dapat
mengintegrasikan kembali aspek kecerdasan pikiran dan kecerdasan rasa dan
sangat memerlukan beragam pemikiran dalam segi implementasinya.Musik sebagai
salah satu bentuk karya keindahan, diasumsikan mampu mengatasi permasalahan
tersebut. Dengan musik seorang individu akan dilatih untuk peka terhadap
harmoni, keselarasan, kehalusan budi dan cita rasa tinggi. Jika kita merujuk
kepada sejarah Yunani kuno, musik telah dianggap mampu memberikan landasan bagi
persemaian perilaku-perilaku berbudi yang utama, diantaranya keadilan.[7]
Berdasarkan
analisis teori dan analisis data, diperoleh beberapa rumusan yang memposisikan
peranan musik dalam pembentukan budi pekerti, yaitu sebagai berikut:
1. Musik
sebagai Pembentuk Watak Dasar
Budi
pekerti luhur tidak akan tumbuh dalam jiwa yang kasar. Budi pekerti luhur hanya
akan tumbuh dalam jiwa yang lembut dan halus. Jiwa yang keras dan kasar dapat
menumbuhkan perilaku agresif, destruktif, dan merusak diri sendiri.
Musik
memiliki dua kutub kekuatan, pertama akan membuat jiwa menjadi halus, dan kedua
membuat jiwa menjadi keras dan kasar. Hal ini sangat tergantung pada jenis
musik apa yang biasa didengarkan atau dimainkan. Musik yang halus dapat membuat
jiwa menjadi tenang, penuh cinta kasih, keseimbangan dan kestabilan mental.
Sementara itu musik yang keras dan ingar binger dapat merusak jiwa,
meningkatkan budi pekerti, agresivitas,
dan memicu kekerasan.
Jika
dihubungkan dengan proses pembentukan budi pekerti, peranan musik (berkualitas
baik) adalah membantu proses penghalusan rasa, dimana ia berperan sebagai
pembentuk watak dasar (basic character building). Namun, walaupun musik
memiliki peran yang penting dalam pembentukan budi pekerti, hal ini tidak
berarti bahwa hanya dengan musik saja maka persoalan kemerosotan budi pekerti
akan terselesaikan. Musik adalah langkah awal dalam pembenahan kemerosotan
moral.Setelah itu baru strategi pendidikan budi pekerti dapat diterapkan,
seperti keteladanan, pembiasaan dan pengajaran.
Dengan
jiwa yang halus, seorang individu memiliki peluang untuk dapat membina hubungan
dengan Tuhan (beragama) dengan lebih baik, memiliki cinta kasih yang besar,
dapat mengembangkan sikap yang selaras dalam berhubungan sosial, berdasarkan
kepekaan dirinya terhadap aspek keindahan, serta memiliki mental yang sehat.
Musik memiliki muatan yang cukup kental dalam membangun fondasi budi
pekerti.Kemampuan dasar ini merupakan watak dasar yang dibutuhkan guna
terbangunnya budi pekerti luhur.
2. Musik
sebagai Pembentuk Perasaan Moral
Jika
melakukan analisis terhadap teori yang dikemukakan oleh Lickona (Suparno, 2002)
yang menekankan pentingnya tiga unsur dalam menanamkan nilai moral, yaitu unsur
pengertian moral, perasaan moral dan tindakan moral.
Perasaan
moral, sebagaimana yang dikemukakan Lickona (Suparno, 2002), meliputi suara
hati, harga diri, sikap empati terhadap orang lain, perasaan mencintai
kebaikan, kontrol diri dan kerendahan hati.Perasaan moral ini sangat
mempengaruhi seseorang dalam menentukan mudah dan tidaknya seseorang dalam
bertindak baik atau jahat.
Dengan
unsur keindahan, harmoni, dan keteraturan yang tersirat dalam irama musik,
seseorang dapat belajar dan melatih kepekaan hati nurani dan peka akan
kebaikan. Kebaikan sangat erat kaitannya dengan keindahan.Di dalam kebaikan
termuat unsur keselarasan, keseimbangan dan keharmonisan, yang juga sebagai
unsur-unsur pembentuk musik. Dibandingkan seni lain, musik adalah produk
keindahan yang relatif lebih banyak dapat dinikmati dan disukai semua kalangan.
Melalui stimulasi musik yang intensif sejak usia dini, diharapkan karakter
musik yang baik dapat terinternalisasi dalam karakter individu.
Pendidikan
budi pekerti melalui musik bukan merupakan hal yang baru. Dalam the republik,
Plato menekankan pentingnya pendidikan musik khusus untuk kaum muda, dengan
alas an irama dan harmoni meresepsi jiwa secara sangat kuat, maka dengan dasar
pendidikan musikal yang baik seorang pemuda akan lebih mudah mengerti dengan jelas
kekurangan dan kekejian yang terdapat pada perilaku manusia.
Berdasarkan
pengetahuan yang diperoleh dari penelitian ini, pembelajaran budi pekerti di
sekolah dapat dilakukan dengan menghaluskan jiwanya terlebih dahulu, melalui
penggunaan musik sebagai mediatornya.Pendidikan budi pekerti soyogyanya tidak
cukup dilakukan hanya dengan pendekatan akademis semata.Budi pekerti adalah
sebuah aksi, bukan hanya sekadar penalaran.Merencanakan pembelajaran budi
pekerti dapat diawali dengan pemilihan jenis musik yang baik, sesuai dengan
watak asli dan karakter suatu masyarakat.Pemilihan musikpun tidak bisa
dilakukan dengan melupakan akar budaya dimana seseorang tumbuh.Individu dan
masyarakat harus menemukan harmoni dirinya sendiri.
Dalam
melaksanakan proses pembinaan budi pekerti, terdapat beberapa strategi yang
dapat dilakukan yang mana masing-masing strategi tersebut memiliki keterkaitan
dan saling menguatkan, dalam model ini musik berperan dalam mempersiapkan
landasan bagi tahapan pembentukan budi pekerti, dengan urutan sebagai berikut:
1) Mempersiapkan
fondasi budi pekerti luhur
2) Pembelajaran
melalui teladan (modelling)
3) Pembelajaran
melalui pembiasaan
4) Pembinaan
pengetahuan
Pada
tahap awal kehidupan seorang anak, para pendidik perlu mempersiapkan fondasi
bagi pertumbuhan budi pekerti luhur. Sebelum seorang anak dapat menggunakan
logikanya untuk menilai baik buruk, ia akan menggunakan perasaannya. Dan untuk
melatih perasaan tersebut, ia mesti dibiasakan agar peka terhadap hal-hal yang
bersifat harmoni dan proporsional. Kepekaan terhadap ukuran dan proporsi itulah
yang akan membekali anak dalam menilai baik dan buruk.
Musik
merupakan salah satu cara yang paling tepat untuk membantu anak melatih
kepekaan perasaannya akan ukuran dan proporsi. Selain mudah dilakukan, juga
hamper dipastikan setiap anak akan menyukai musik. Melalui musik, seorang anak
bisa mengenal harmoni, proporsi, dan simetri.Anak juga dapat mengenal berbagai
emosi yang dapat membangkitkan perasaan cinta kasih, keberanian, semangat serta
pengabdian.Semua ini merupakan kekayaan yang diperlukan untuk membina dasar
mentalitas budi pekerti seorang anak.
Pada
tahap kedua, seorang anak akan membutuhkan keteladanan ari lingkungannya.
Fondasi yang baik dan kepekaan yang tinggi akan nilai-nilai dasar kebatifikan
belumlah cukup. Tahap awal adalah tahap persiapan pemebentukan wadah bagi
pengembangan potensi mental anak.Pada tahap ini, seorang anak memerlukan figur
dan contoh konkret agar dorongan kebaikan yang sudah dimilikinya bisa
teraktualisasikan.Pemebelajaran melalui teladan merupakan pengajaran yang
sangat efektif dalam membantu anak mengekspresikan perilakunya. Tanpa teladan
dan contoh langsung dari lingkungan, akan sangat sulit bagi si anak untuk
melatih dan membiasakan perilaku-perilaku berbudi pekerti luhur.
Tahap
selanjutnya adalah belajar melalui pengetahuan. Pada tahap inilah seorang anak
sudah dapat menggunakan logika dalam memahami apa yang baik dan buruk. Anak
akan mengerti hokum sebab-akibat dari suatu tata nilai perilaku, ataupun
memahami hokum kebaikan yang lebih tinggi melalui agama dan konsep spiritual.
Pada tahap ini pendekatan secara akademis baru akan berguna. Mata pelajaran
agama dan budi pekerti akan lebih mudah dicerna.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil analisis tinjauan asal muasal musik serta kilas balik sejarahnya,
ditemukan informasi bahwa musik tidak terpisahkan dari Tuhan, alam, individu,
dan masyarakat. Empat komponen ini sangat menentukan kadar kualitas musik. Para
pemusik dan filsuf masa lalu, menyatakan bahwa musik yang berkualitas, bernilai
tinggi dan luhur adalah musik yang selaras dengan alam, jauh dari eksplotasi
atas nafsu dan hasrat. Dengan memahami awal keberadaan musik yang bersumber
dari Tuhan dan selaras dengan keharmonisan alam, kita akan mengerti bahwa sejak
awal keberadaannya, musik diciptakan untuk mengajak manusia kepada kebaikan,
memelihara alam, mengingat dan mengagungkan Tuhan. Dan musik seperti itu sangat
dekat dengan perilaku budi pekerti yang baik, dan jauh dari perilaku-perilaku
yang amoral.
Musik
memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, individual maupun
sosial.Secara individual, musik dapat mempengaruhi perilaku manusia, melalui
perubahan atau pergerakan pada aspek mental dan fisik.Mekanisme pengaruh ini
dalam tubuh manusia, diawali oleh musik yang berperan sebagai stimulus, dan
telinga sebagi reseptor yang menerima stimulasi, kemudian melanjutkannya ke
otak.Dari otak, stimulasi tersebut diolah kemudian dikirimkan kembali melalui
syaraf efektor hingga terjadinya perilaku.
DAFTAR PUSTAKA
Rachmawati,
Yeni. Musik sebagai Pembentuk Budi
Pekerti. 2005. Yogyakarta: Panduan
Khisbiyah,
Yayah, dkk. Pendidikan Apresiasi Seni:
Wacana dan Praktik untuk Toleransi Pluralisme Budaya. 2004. Kartasura
Surakarta: PSB-PS UMS
Zuriah,
Nurul. Pendidikan Moral & Budi
Pekerti Dalam Perspektif Perubahan. 2008. Jakarta: Bumi Aksara
Perbakawatja,
R. Sugarda. Pendidikan Budi Pekerti.
1957. Bandung: Ganaco
[1]
R. Sugarda Purbakawatja, dkk. Pendidikan
Budi Pekerti (Bandung: Ganaco, 1957) hlm 9.
[2] Yeni Rachmawati. Musik sebagai Pembentuk Budi Pekerti
(Yogyakarta: Panduan, 2005) hlm. 15.
[3] Nurul Zuriah, Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam
Perspektif Perubahan (Jakarta: Bumi Aksara, 2008) hlm 19-20.
[4] Yayah Khisbiyah,
dkk. Pendidikan Apresiasi Seni: Wacana
dan Praktik untuk Toleransi Pluralisme Budaya (Kartasura Surakarta:
Penerbit Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004) hlm
43.
[5]Ibid, hlm 40.
[6] Yayah Khisbiyah,
dkk. Pendidikan Apresiasi Seni: Wacana
dan Praktik untuk Toleransi Pluralisme Budaya. hlm 38.
[7]http://www.docstoc.com/docs/8100075/Peranan-musik-dalam-pembentukan-budi-pekerti,
diakses pada hari Senin, 17 Desember 2012 pukul 16:15 WIB.